Dikala Ku “SeNdiRi”

August 10, 2007

SuAmi PiLiHaN

Filed under: Artikel — sunyi @ 8:46 am

Belum terlalu lama saya mengenalnya, baru sekitar 3 bulan lalu semenjak saya memutuskan untuk berlangganan ojeg dengannya. Tarif ojegnya lebih murah dibanding dengan yang ditawarkan tukang ojeg lainnya. Jika yang lain meminta Rp 7000, dia hanya meminta Rp 5000 untuk pengganti jasa mengantarkanku dari stasiun Tanah Abang menuju kantorku di Slipi.

Pak Asmadi namanya, usianya sudah kepala empat, ia mengaku sudah delapan belas tahun menjalani profesinya sebagai tukang ojeg. Pertemuan yang hampir tiap hari dengannya, membuat saya tahu tentang sedikit kisah hiudpnya, kadangkala saya dibuat kagum ketika darinya saya peroleh kata-kata bijak, nasehat, layaknya seorang bapak yang sedang menasehati anaknya.

Siapa menyangka kalau tukang ojeg yang hanya lulusan SLTA itu mempunyai seorang isteri yang berpangkat eselon 3 di salah satu kantor pemerintahan di Jakarta. Isterinya adalah lulusan pasca sarjana dari salah satu universita negeri di Jakarta. Ketiga anak yang dimilikinya semua juga berpendidikan sarjana, hanya Pak Asmadi sendiri yang hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SLTA. Dari hasil menarik ojeg itulah Pak Asmadi membiayai anak-anaknya kuliah. Kadangkala Pak Asmadi juga mencari tambahan penghasilan lain misalnya dengan berdagang kambing ketika mendekati hari raya Idul Adha.

Awalnya, saya berpikir hal ini sebagai sebuah kemustahilan, di benak ini selalu saja timbul pertanyaan ”Bagaimana mungkin Pak Asmadi seorang tukang Ojeg itu bisa memiliki seorang Isteri yang berpendidikan dan berjabatan tinggi di kantor pemerintahan?”

.
Ada rasa tak percaya sampai di kemudian hari Pak Asmadi memperlihatkan pada saya foto Isterinya sedang dilantik oleh salah satu menteri. ”Ini mbak, foto isteri saya waktu dilantik oleh Pak Mentri, dan yang satunya itu foto saya sewaktu mendampinginya…” Tunjuk Pak Asmadi. Terlihat foto seorang wanita yang sedang bersalaman dengan seorang menteri, dan sebuah foto lagi menampilkan foto bersama seluruh jajaran pejabat dengan para
pasangannya, kulihat Pak Asmadi memang ada di situ dengan baju batik coklatnya. Dari wajahnya memancar senyum bahagia begitu pula dengan isterinya.

****
Saya sering melihat rubrik kontak jodoh di salah satu media cetak di Ibukota. Bukan, Bukan karena saya berniat ingin mencari jodoh lagi, tapi hanya sekadar iseng yang benar-benar iseng. Siapa tahu ada teman yang mengiklankan diri di situ, kan bisa jadi bahan ledekanku untuknya. Salah satu contoh isi iklan perjodohan yang sering kulihat itu adalah seperti ini misalnya: Seorang wanita, 25 tahun, Sarjana, tinggi badan 160 cm, bb 43 kg, berkulit putih mulus, wajah manis, Islam, pintar mengaji, keibuan dan pandai memasak mendambakan: Seorang laki-laki, perjaka tulen, minimal 26 tahun, lulusan pasca sarjana, berpenghasilan tetap (swasta/PNS), tinggi badan minimal 170 cm dengan berat badan seimbang, Islam taat, Pandai mengaji dan bersifat kebapakan.

Coba kita lihat iklan tersebut, dan perhatikanlah. Niscaya kita akan menemukan sebuah fakta bahwa seorang wanita pada umumnya menginginkan pasangan (calon suami) yang memiliki spesifikasi yang lebih baik dari spesifikasi yang dimilikinya. Baik itu dari segi fisik, tingkat pendidikan atau hal-hal kasat mata lainnya. Menurut saya hal ini sangat wajar.
Karena bagaimanapun juga seorang lelaki akan menjadi pemimpin dalam sebuah rumah tangga, jadi semakin bagus kualitasnya akan semakin baik bagi keluarganya kelak. Begitu kondisi idealnya.
****
Kembali kepada kisah Pak Asmadi dan isterinya, saya menjadi tersadarkan bahwa ternyata tidak semua wanita melihat kualitas calon suami hanya dari kasat mata yang tampak saja. Rasa penasaran saya muncul menggelitiki hati, membuat saya secara diam-diam ingin menyelidiki apa alasan Isteri Pak Asmadi begitu bangga dan mencintai suaminya yang ”hanya” seorang tukang ojeg dan hanya berpendidikan setingkat SLTA. Sementara isterinya adalah wanita karir yang sukses yang memiliki pendidikan dan jabatan yang tinggi.Tidak ada rasa malu padanya akan ”kesenjangan” itu.

Suatu hari dalam perjalanan menuju kantor, Pak Asmadi mengajukan sebuah pertanyaan pada saya ”Mbak, tahu ngga resep saya supaya tidak pernah mengalami kecelakaan di jalan atau supaya tidak pernah kena razia polisi jalan?” Saya pura-pura berpikir lantas menjawab ”hmm… tidak tahu pak, apa resepnya?” ”Berdzikir mbak…” jawabnya. ”Berdzikir itu mengingat kepada Allah, bisa dilakukan di mana saja, kalau kita sehabis melaksanakan sholat baik itu sholat fardhu atau sholat sunnah, usahakan jangan langsung berdiri, dzikirlah terlebih dahulu. Dzikir juga tidak hanya dilakukan setelah sholat, tapi bisa di mana saja, termasuk di jalan raya ketika mengendarai sepeda motor seperti saya ini”

”Bapak rajin ber-dzikir? ” saya bertanya untung memancing.

“Alhamdulilah mbak, setiap selesai sholat saya selalu berdzikir, bahkan dalam perjalanan saya dari rumah sampai ke stasiun saya juga selalu berdzikir, kalau tidak salah ada dalam Al-quran perintah untuk mengingat Allah dalam keadaan duduk maupun beridir, itu artinya dalam keadaan apapun kita harusnya selalu mengingat Allah kan mbak?”

“Iya, betul pak, Berdzikir dengan mengingat Allah membuat hati kita merasa tenang dan tentram, itulah mungkin yang membuat Bapak jadi tidak pernah mengalami kecelakaan saat mengendaria sepeda motor, karena saat itu Bapak berdzikir sehingga pikiran dan hati
Bapak menjadi tenang, berkendaraan pun jadi tenang “ jawabku menyimpulkan.

Ternyata dari Pak Asmadi, terdapat banyak hikmah. Saya bisa memunguti hikmah-hikmah itu untuk diri saya. Sekaligus menyadari bahwa Pak Asmadi ternyata orang yang taat beragama lagi berakhlak mulia, wajarlah jika sang isteri begitu mencintainya.
***
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasullullah pernah bersabda ”Jika datang kepada kalian orang laki-laki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah dia, karena jika tidak maka akan menjadi fitnah di bumi dan juga kerusakan.” Para sahabat bertanya,
”Wahai Rasulullah, meskipun pada diri orang tersebut terdapat kekurangan?” Beliau menjawab, ”Jika ada orang laki-laki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian, maka nikahkanlah dia” Artinya, jika kalian tidak menikahkan orang laki-laki yang taat beragama lagi berakhlak mulia meskipun tidak kaya atau tidak terhormat atau tidak kufu’, sedang kalian lebih menyukai orang laki-laki yang kaya, terhormat, lagi terpandang meskipun tidak taat beragama dan tidak berakhlak mulia, niscaya hal tersebt akan mengakibatkan kerusakan yang parah. Mungkin akan banyak wanita yang hidup tanpa suami dan banyak pula laki-laki yang hidup tanpa isteri. Akhirnya banyak perzinaan dan tersebar pula perbuatan keji.

Rasulullah SAW menyebutkan akhlak bersaaan dengan agama, karen akhlak berperan sangat penting sekali dalam kehidupan rumah tangga. Rasulullah tidak cukup hanya dengan menyebutkan agama saja, Sebab, terkadang ada orang yang taat beragama tetapi akhlaknya tidak cukup baik untuk kehidupan rumah tangga, bahkan berakhlak tercela dan berwawasan sempit serta fanatik sehingga dia akan meletakkan agama di sampingnya dan menggauli isterinya dengan akhlak yang tidak baik. Akhirnya muncul kesan bahwa tingkah laku bururk itu disebabkan oleh agama. Padahal yang demikian itu merupakan keyakinan yang salah, karena Agama memerintahkan untuk mempergauli isteri secara baik.
***
Kini terjawablah sudah rasa kepenasaran saya. Isteri Pak Asmadi ternyata benar-benar telah menjalankan sabda Rasullullah SAW tersebut. Menentukan suami pilihannya adalah seorang yang taat beragama dan berakhlak mulia meskipun tidak kaya, tidak terhormat atau tidak se kufu’ dengannya. Satu pelajaran berharga yang bisa saya ambil darinya.

 

 

 

Oleh Sya2

http://www.eramuslim.com/atk/oim/6c28092035-suami-pilihan.htm?other

July 17, 2007

Don’t Cry, Ketika Mencintai, Tak Bisa Menikahi

Filed under: Artikel — sunyi @ 3:51 am

Judul Buku : Don’t Cry, Ketika Mencintai, Tak Bisa Menikahi
Penulis : Fadhlan Al Ikhwani

Don’t Cry, Ketika Mencintai, Tak Bisa Menikahi

Sungguh, merupakan hal yang sangat menyakitkan hati. Ketika cinta kitaditolak oleh seeorang yang sangat kita harapkan cintanya. Sebahagaian dari kita mungkin akan langsung berfikir sepertinya Allah tidak adil.

Langit terasa muram dan tidak bercahaya.

Bukankah cinta kita benar2 tulus dan murni.

Untuk menjaga diri dari dosa, menjaga pandangan, menjaga hati bahkan demi menjaga kesucian agama-Nya?

Apa yang salah pada diri kita?

Tidak layakkah kita mendapakan janjinya

“jika kamu menolong agama (Allah), nioscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu” (QS: Muhammad 7)

Begitu mahalkah tiket untuk mendapatkan pertolonganNya, lantas dimanakah janjiNya, “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (QS: Al-Mu’min 60)

Ya sebenarnya factor yang paling utama mengapa keinginanmu belum dikabulkan, padahal usia sudah waktunya, tujuan sudah mulia, bahkan mungkin kemampuan sudah ada. Hanya satu factor penyebabnya.

Yaitu perbedaan persepsi antara kita dan Allah.

Kita seringkali menganggap bahwasanya apa-apa yang sesuai dengan keinginan kita itulah yang terbaik bagi kita, padahal tidak selamanya loh, (baca QS:Al-Baqarah 216)

Dari ayat tersebut, kita tahu bahwa ada hikmah dibalik setiap kejadian apapun yang menimpa kita, ada kebaikan dibalik sesuatu yang kita anggap buruk,demikian pula sebaliknya.

Agaknya tidak ada salahnya jika kita sedikit mendengar penuturan Ibnu Al-Jauzy yang mengajarkan “jika anda tidak mampu menangkap hikmah, bukan karena hikmah itu tidak ada, namun semua itu akibat kelemahan daya ingat anda sendiri. Anda kemudian harus tahu bahwa para raja pun memiliki rahasia yang tidak diketahui setiap orang. Bagaimana mungkin anda dengan segala kelemahan anda akan sanggup mengungkap sebuah hikmah?”

Betapa beratpun sebuah ujian yang kita alami, pasti akan ada jalan keluarnya. Allah menyatakan, ” Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya” (QS: Al-An’am 152).

Dalam ayat yang lain Allah berfirman “barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan baginya keperluannya” (QS: At-Thalaq 2-3)

Yakinilah bahwa kegagalan cinta yang kit alami, tertolaknya cinta yang kita ajukan,sudah dirancang sedemikian rupa skenarionya oleh Allah. Sehingga tidak perlu menyikapinya secara berlebihan. Daripada kita larut dalam kesedihan, menagis, menyesali diri, patah hati atau bunuh diri lebih baik kita berbaik sangka saja kepada Allah. Tidak pantas diri ini mengeluh apalagi menyesali sebuah kegagalan. Bersikaplah positif kedepan. Yakinlah bahwasanya kegagalan cinta bukanlah akhir dari segalanya, bukanlah awal dari sebuah kehancuran.

Sejarah mencatat, banyak sekali pribadi-pribadi sukses di dunia ini mengawali kesuksesannya setelah ditimpa berkali-kali gagal dalam usaha mereka, begitu juga tentang urusan cinta. Sebagai manusia kita dibekali potensi yang sedemikian hebatnya oleh Allah. Dan terkadang potensi yang ada pada diri kita justru baru kita ketahui setelah kita menghadapi beberapa kali kegagalan.

Aa Gym pernah mengatakan “jika nasi sudah menjadi bubur, maka kita harus mulai memikirkan ayam, cakwe, sledri, bawang goreng dan sambel hingga bubur kita akan menjadi bubur ayam yang spesial. Karena itu, satu orang yang menolak cinta kita seharusnya tidak menjadikan kita lupa pada puluhan bahkan ratusan orang lain yang menyayangi kita. Namun justru seharusnya menjadi cambuk bagi diri kita untuk menjadi lebih baik.

Ayo Terus Perbaiki Kekurangan Diri

Mungkin kita merasa bahwa kita sudah siap dan mampu, kita merasa bahwa kita baik hati, tidak sombong, berasal dari keluarga baik-baik, punya ilmu agama yang cukup memadai, pribadi oke, wajah pun tidak mengecewakan. Tapi mengapa dia masih tidak bersedia? Kriteria seperti apa lagi yang dia dambakan? Sekali lagi, cinta tidak bisa dipaksakan, mungkin ada beberapa kriteria lain yang belum kita miliki, yaitu
kriteria yang baginya adalah paling prioritas diantara kriteria lainnya dan hal itu merupakan daya tarik tersendiri bagi dirinya.

Kalau sudah begitu, mari kita jadikan momen penolakan tersebut sebagai momen kita untuk mencari tau dan memperbaiki terus kekurangan-kekurangan kita. Sekali ditolak, berarti satu perubahan kearah yang lebih baik, dua kali ditolak, dua perubahan, sehingga pada akhirnya, ketika Allah mengirimkan seseorang yang terbaik menurutNya kepada kita, orang tersebut akan terpana dan berkata “waaa…istri /suamiku ternyata keren sekaliii..”

Ingat, kita harus selalu berusaha memperbaiki kekurangan diri,menjadikan setiap kegagalan sebagai batu loncatan ke arah kesuksesan,, melecutkan kemampuan,membangun potensi yang selama ini terpendam,memacu semangat dalam diri. Seorang pemenang tidak dilahirkan, tetapi harus diciptakan.

Mudahkan Anakmu Berdoa Kebaikan Untukmu Para Orang Tua

Filed under: Artikel — sunyi @ 3:00 am

Cerita ini aq dapat dari milist 

Mudahkan anakmu berdoa kebaikan untukmu para orang tua

Sekarang…mereka berdua menangis pelan… di hadapan Kepala Sekolah dan Guru TK Qurrota A’yun* …

Menyesali diri…tak sanggup berkata…kelu lidah mereka, seakan tersedak…tak sanggup mengeluarkan isi hati dan benak mereka…kecuali dengan tetes air mata yang perlahan…

Bertekad sebelum terlambat sepenuhnya…mereka memperbaiki diri, dan menyayangi buah hati mereka sepenuh hati…

Sehingga putri kesayangan mereka dapat dengan mudah berdoa

“Robbighfirlii Wa liwalidayya Warhamhumaa Kamaa  Robbayaanii Shogiirooo”**…

Tiga jam yang lalu:
============

“Maaf Ibu Shinta, ada telepon, katanya dari sekolah anak Ibu.”

“Ok, saya angkat dari sini, thanks ya Lia”

 “Halo Ibu Shinta, As Salamu ‘alaikum, maaf mengganggu Ibu. Saya Ibu Dian, dari TK Qurrota A’yun ingin membicarakan hal penting terkait anak Ibu – Rahmah, bisa berbicara sebentar?”

“Wa ‘alaikum salam, maaf Ibu guru, apakah penting sekali? Ada apa dengan anak saya? Bisa telepon nanti saja, 1 jam lagi? Saya ada meeting!”

“Maaf Bu Shinta, Saya menyampaikan permintaan dari Ibu Puji – Kepala Sekolah TK Qurrota A’yun, bahwa Beliau mengharapkan kedatangan Ibu dan Suami Ibu pada hari
ini jam 3 siang, membicarakan hal mendesak terkait anak Ibu – Rahmah.”

“Apakah harus hari ini? Saya dan suami saya sibuk sekali! Bisakah Ibu Dian mengerti bahwa kami tidak bisa dipanggil secara mendadak seperti ini?!”

“Kami mengerti sekali, tapi ini sangat mendesak Ibu Shinta, demi kepentingan buah hati Ibu, kami takut bila terlambat, nanti kita semua menyesal.”

“Apa maksudnya dengan menyesal? Apa anak saya melakukan kesalahan? Nakal? Silahkan Ibu hukum, kami sudah memberikan wewenang sepenuhnya kepada sekolah
untuk mengajar, mendidik dan merawat anak kami di sekolah, termasuk menghukumnya bila perlu!”

“Ibu Shinta, kalau masalahnya sekedar nakal biasa…kami
tak perlu repot-repot mengganggu Ibu, tetapi ini terkait dengan masalah perkembanga  kejiwaan anak Ibu, kami harap Ibu dan Suami Ibu dapat bekerja sama demi kebahagiaan buah hati Ibu, bagaimana?”

“Hm… baiklah, dua jam lagi kami kesana, saya harap benar-benar penting, karena terus terang saja kalian telah mengganggu kami!”

“Kami sekali lagi mohon maaf yang sedalam-dalamnya, kami mengerti kesibukan Ibu dan Suami Ibu, kami tunggu kehadirannya nanti. As Salamu ‘alaikum Bu.”

“Wa ‘alaikum salam.”

 

Hm…ada-ada saja, kenapa lagi dengan Rahmah? Mana aku harus izin keluar kantor…apalagi harus menghubungi Mas Bima, merepotkan saja!

 

Shinta segera menelepon sekretarisnya untuk mendelegasikan beberapa tugas, kemudian meminta izin ke atasannya. Setelah itu dia mengirim SMS ke Bima, suaminya, eksekutif muda sekaligus pemilik salah satu perusahaan swasta besar di Jakarta.

 

Tak lama setelah itu….nada dering Mobile Phone memaksa Shinta menghentikan aktivitasnya lagi…sambil mengambil napas dalam-dalam dan menghela, ia mengeluh ringan, lalu mengangkat Mobile Phone-nya.

“Halo Shinta, ngapain kamu kirim SMS seperti ini… maksa aku harus ikut kamu ke sekolahnya Rahmah? Kamu tahu tidak, aku sedang sibuk?!.. Aku tidak mau melanjutkan `pembicaraan` kita tadi malam, aku tidak mau cari gara-gara lagi sama kamu… kamu aturlah sana, kamu kan ibunya anak-anak!”

“Hai Mas Bima, aku tuh juga sama seperti kamu, memangnya aku pengangguran apa, tapi…kita harus segera kesana, katanya Rahmah ada masalah, dan bukan nakal biasa…katanya ada masalah kejiwaan…entahlah kenapa mereka pakai kosakata seperti itu…ingin menteror orang saja… tapi kalau mereka macam-macam, bakal aku omelin mereka…, kamu pokoknya harus kesana, kamu kan bapaknya anak-anak, kamu sendiri yang sering gembar-gembor sana-sini bahwa kamu tuh kepalanya keluarga, ya kan!?”

“Tunggu…kamu bilang masalah kejiwaan? Rahmah!? Kamu becanda kan!?”

“Ngapain aku bercanda…mereka kali yang bercanda… pokoknya dua jam lagi sampai di sekolah Rahmah!”

“Berarti kalo kita kesana, Rahmah masih di sekolah?”

“Tentu tidaklah, kan sudah ada antar jemput dari sekolah, Rahmah pasti sudah di rumah sama si Mbok!”

“Oke..oke.. ya udah, ketemu disana, dah!”

 

Huh…dasar lelaki egois, tidak ada basa-basi, mutusin telepon pun nggak sopan! Bisanya cuma bikin anak saja, tanggung jawab kagak mau, enak di dia, kagak enak di
gua! Maksa gua jadi ibu rumah tangga, padahal kan gua udah ada karir, masak dia aja yang bisa kelayapan keluar rumah! Jadi cewek harus dipingit terus! Bisa stress gua, ngapain gua kuliah tinggi-tinggi!

 

Huh…cewek reseh, bikin gua sulit konsentrasi, padahal kan gua kerja demi mereka! Udah jelas kalo gua maju, keluarga juga yang untung dan bahagia! Demi masa depan mereka! Apa sih artinya pekerjaanya dia, cuma sebagai kepala cabang aja udah belagu dan cuma punya titel sarjana ekonomi doang, mestinya dia tahu diri!

Cewek tuh ngurusin semua urusan rumah!

 

Shinta dari daerah Senen, Bima dari daerah Sudirman…mereka berdua melaju kencang dengan kendaraannya masing-masing, sambil bergelut dengan seribu kecamuk di benaknya…gelisah di hatinya…pergi ke arah daerah Pondok Gede, tempat putri kesayangan mereka – Rahmah, bersekolah di TK Qurrota A’yun.

 

 

Tiga puluh menit yang lalu:
=====================
“As Salamu ‘alaikum, permisi saya ingin bertemu dengan Ibu Dian dan Ibu Puji, saya Ibunya Rahmah”

“Oh, Wa’alaikum salam, silahkan Bu, saya sendiri Ibu Dian, mari kita masuk ke ruangan Ibu Puji! Oh ya, Bapak tidak datang barengan Ibu?!”

“Oh jadi Suami saya belum datang, mungkin ada urusan penting…mungkin kita mulai dulu saja, soalnya saya juga ada urusan penting!”

Mereka masuk ke ruang kerja Ibu Puji, setibanya di dalam, Ibu Puji langsung menyambut mereka.

“Terima kasih Ibu Shinta sudah menyempatkan diri datang…sebenarnya saya ingin mulai, namun karena sangat penting, kita tunggu dulu ya kedatangan Pak Bima?!”

“Ohh… ii..iya Bu…”, lirih terdengar suara Shinta, sambil berusaha memaksakan diri untuk tersenyum…walau kaku.

Semenit…dua menit…. Lima menit… Sepuluh menit…. Lima belas menit… uuh obrolan basi.. padahal ada urusan penting di kantor… brengsek nih Mas Bima, bikin susah aku saja…

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu,

 “Maaf terlambat…tadi ada tamu penting, jadi meeting dulu, terus di jalan macet”

 

Tiga puluh menit sudah shinta menunggu..Shinta dan Bima saling bertukar pandangan dan tersenyum sinis…suasana memanas sekaligus membekukan pembicaraan…sampai akhirnya terpecahkan oleh suara deheman dari Ibu Puji.

“Maaf merepotkan kalian semua…Ibu Shinta…Pak Bima… namun kami dari sekolah mengkhawatirkan perkembangan kepribadian buah hati Bapak dan Ibu…”

“Rahmah hari ini tidak bersikap sebagaimana biasanya… padahal biasanya riang…tidak pernah nakal, tidak pernah bertengkar, tidak pernah menangis, pokoknya kelakuannya sangat baik. Kebetulan yang tahu detail kejadiannya adalah Ibu Dian…Beliaulah yang selalu mengajar kelas dimana Rahma belajar dan bermain.”

“Saya harap Bapak dan Ibu bersabar..diam..dan tidak berbicara dahulu…sampai cerita Ibu Dian selesai, saya persilahkan Bapak dan Ibu berbicara dan mengutarakan pendapat kepada kami.”

“Kami mohon maaf atas kelancangan kami mengganggu Bapak dan Ibu sekalian, silahkan Ibu Dian!”

 

Lima jam yang lalu:
===============
Ibu Dian dengan senyum yang ramah bertanya kepada anak asuhnya – murid TK Qurrota A’yun,

“Hayo anak-anak, apakah semua sudah hafal doa dan arti dari doa kepada kedua orang tua?!”

“Iyaa Bu Guruuuuu!”

“Bagus, ayo kita bareng-bareng, baca doa dan artinya bersamaan. Siap?! Hitungan ketiga dimulai, satu…dua…Tiga!!”

“Robbighfirliii…Wa liwalidayya…Warhamhumaa…Kamaa…Robbayaaniii…Shogiirooo…”

“Artinyaaa:…Ya Tuhanku…Ampunilah Aku…Dan juga kedua orang tuaku…Dan kasihilah mereka berdua…Sebagaimana….Mereka merawatku….Sewaktu keciiiillll”

 

Tiba-tiba ada suara bocah yang memecah riuh gembira lantunan doa…

“Ibu Guru… Rahmah curang… Rahmah tidak pernah membaca kata-kata yang terakhir…”

“Alex, kamu yang tertib ya…jangan bicara dulu… kita baca doa dulu…baru nanti Alex bicara ke Ibu…”

“Tapi Ibu Guru,” sela Alex, “Alex tidak bohong kok, Alex kan anak baik…Rahmah tidak tertib…tidak baca doa seperti kita?”

Hm…iya juga sih mendadak Rahmah agak diam…agak murung, padahal biasanya sangat bersemangat, paling cepat hafal doa, dan suka memimpin membaca doa, dan Alex sangat dekat dengan Rahmah…

“Rahmah, coba Rahmah baca doa sendiri…Ibu mau baca doa, mengikuti tuntunan Rahmah, Rahmah bisa kan?!”

Menunduk seakan takut bertatap mata, Rahmah menjawab lirih

“Bisa Ibu Guru…”

“Robbighfirli… Wa liwalidayya…Warhamhuma….Warhamhumaa….” mendadak terhenti, seperti tersedak oleh sesuatu…

“Tuh kan, Alex nggak bohong, Rahmah nggak berdoa seperti yang Ibu Guru ajarin!”

“Uuh… diam kamu, Alex jelek,” Bentak Rahmah,

“… Rahmah kan… Rahmah kan…”, mendadak Rahmah menangis…

Wah gawat ini!! Ini diluar skenario mengajar, terpaksa aku harus mengalihkan perhatian mereka…dan mendamaikan mereka…

“Lho kok Rahmah menangis, jangan menangis ya sayang, Rahmah akan anak yang pintar, anak yang manis..udah besar…sayang dong menangis…”

“Ayo Alex, sayang-sayang ke Rahmah, Alex kan teman Rahmah, kasihan tuh Rahmah nangis, dihibur ya…”

“Rahmah, Alex minta maaf ya.. bikin Rahmah nangis… maafin ya…ntar mainan lagi kan…ntar Alex boleh makan bareng ama Rahmah kan?!”

“Iya…Rahmah juga minta maaf ama Alex… habis Rahmah barusan …ngomong tidak baik sama Alex…padahal kan Rahmah cuma…cuma nangis karena Mama dan Papa”

 

Aduh senangnya dua anak kecil itu bersalaman dan berpelukan…teduhnya dunia kalo semua orang bersikap polos seperti mereka.. tapi kenapa Rahmah jadi berubah dan bilang nangis karena Mama dan Papa?

Pada saat pulang sekolah, Ibu Dian minta izin ke Ibu Puji untuk menunda pekerjaan administratifnya di TK, karena ingin menghibur Rahmah sekaligus mengantarkannya ke rumah di daerah Cibubur, ikutan nebeng antar jemput sekolah…kebetulan Rahmah diantar paling belakangan, jadi bisa berbicara dan tanya banyak hal kepada Rahmah.

“Rahmah, tadi kenapa nangis waktu baca doa untuk kedua orang tua? Rahmah nangis karena lupa?”

Mendadak, dari sikapnya yang riang dan aktif bergerak dalam mobil jemputan …berubah… Rahmah terdiam…kemudian menggelengkan kepala perlahan sambil meneteskan air mata.

“Lho, kok nangis lagi… kan Rahmah anak manis, masak nangis terus? Kan Rahmah udah gede, ayo bicara ama Ibu Dian, ya sayang?!”

Setelah isak-tangisnya mereda, dengan tersendat, Rahmah menjawab:

“Rahmah…Rahmah…. nangis ….karena sedih …ingat ….Papa Mama…”

“Rahmah ….nggak mau …ntar kalo Papa dan Mama udah tua…Papa Mama kesepian ….karena …..sering Rahmah tinggal kerja…”

“Rahmah ….nggak mau ….ntar kalo …Papa Mama …dengar Rahmah…. bicara tidak baik ….seperti tadi ….seperti Rahmah…. bicara ke Alex…kan sedih…”

“Rahmah nggak…. mau ntar ….kalo Papa Mama… dengar Rahmah… ngomong `cerai`…habis ….Papa Mama ….suka bicara `cerai` … terus habis itu …Papa keluar rumah …dan Mama nangis… Bu Guru…`cerai` itu apa sih? `cerai` itu …kayak mati ya? Habis dulu Papa Mama… nangis waktu dengar katanya Kakek dan Nenek Mati…”

“Rahmah nggak mau ….ntar kalo Papa Mama tidur …tidak ada yang ngelonin…tidak ada yang ngedongeng… tidurnya kayak Rahmah….,sering tidur di depan TV ….karena dongengnya cuma ada di TV Kabel…di Playhouse…di Disneyland…di Nickelodeon…”

“Rahmah nggak mau… ntar Papa Mama …tidak diajak jalan-jalan ama Rahmah,… Kaya  Papa Mama ….suka nggak bisa…lupa ajak Rahmah ….jalan-jalan…padahal …cuma
minta …di hari sabtu …atau di minggu aja kok…”

“Rahmah nggak mau …ntar Papa Mama ditinggal ama Mbok aja..sepi…Rahmah tuh kangen ama Papa Mama…Rahmah nggak mau ntar …Papa Mama kalo udah tua …kangen karena Rahmah tinggalin Papa Mama ama Mbok…di Rumah sendirian…”

“Rahmah nggak mau… Papa Mama…hampir nggak pernah ngelihat Rahmah nanti..soalnya sekarang.. Rahmah hampir nggak pernah ngelihat Papa Mama…pagi Papa Mama udah berangkat… Rahmah mau bobo… Papa Mama belum pulang….”

“Makanya Rahmah sedih…baca doanya bisa diganti tidak?! Kok Ibu Guru diam…kan Rahmah lagi bicara ama Ibu Guru…katanya kalo ditanya orang kita harus menjawab…”

Kini giliranku yang membisu…sambil berjuang membendung genangan air mata di pelupuk mataku…..tak tahu harus berkata apa…

Hanya bisa menjawab lirih diiringi tampias senyum semu, “Iya Rahmah sayang, Ibu Guru dengar kok Rahmah bicara…”

Jakarta, 1 Juli 11:31…menjelang beberapa minggu
sebelum Hari Anak Nasional

June 29, 2007

Did I marry the right person?

Filed under: Artikel — sunyi @ 7:56 am

Dari milis tetangga……

Sebuah Terjemahan Bebas dari “Did I marry the right person?”

Cerita di bawah ini sangat bagus, buat yang masih single maupun yang udah
nikah. Buat mereka yang masih single bisa mengambil pelajaran dari cerita
ini, dan buat yang udah nikah cerita ini bisa jadi guideline untuk
meningkatkan ikatan pernikahan yang udah dijalani.

“Apakah saya menikah dengan orang yang tepat”

Dalam sebuah seminar rumah tangga, seseorang audience tiba-tiba melontarkan
pertanyaan yang sangat lumrah, “bagaimana saya tahu kalo saya menikah
dengan orang yang tepat?”
Saya melihat ada seorang lelaki bertubuh besar duduk di sebelahnya jadi
saya menjawab “Ya.. tergantung. Apakah pria disebelah anda itu suami anda?”

Dengan sangat serius dia balik bertanya “Bagaimana anda tahu?!”
“Biarkan saya jawab pertanyaan yang sangat membebani ini.”

Inilah jawabanya…
SETIAP ikatan memiliki siklus.
Pada saat-saat awal sebuah hubungan, anda merasakan jatuh cinta dengan
pasangan anda.
Telpon dariya selalu ditunggu-tunggu, begitu merindukan belaian sayangnya,
dan begitu menyukai perubahan sikap-sikapnya yang bersemangat begitu
menyenangkan.

Jatuh cinta kepada pasangan bukanlah hal yang sulit.
Jatuh cinta merupakan hal yang sangat alami dan pengalaman yang begitu
spontan.
Ngga perlu berbuat apapun
Makanya dikatakan “jatuh” cinta…

Orang yang sedang kasmaran kadang mengatakan “aku mabuk cinta”
Bayangkan eksprisi tersebut! Seakan-akan anda sedang berdiri tanpa
melakukan apapun lalu tiba-tiba sesuatu datang dan terjadi begitu saja pada
anda.
Jatuh cinta itu mudah.
Sesuatu yang pasif dan spontan.
Tapi…
setelah beberapa tahun perkawinan, gempita cinta itu pun akan pudar..
perubahan ini merupakan siklus alamiah dan terjadi pada SEMUA ikatan.
Perlahan tapi pasti.. telpon darinya menjadi hal yang merepotkan,
belaiannya ngga selalu diharapkan dan sikap-sikapnya yang besemangat
bukannya jadi hal yang manis tapi malah nambahin penat yang ada..

Gejala-gejala pada tahapan ini bervariasi pada masing-masing individu,
namun bila anda memikirkan tentang rumah tangga anda, anda akan mendapati
perbedaaan yang dramatis antara tahap awal ikatan, pada saat anda jatuh
cinta, dengan kepenatan-kepenatan bahkan kemarahan pada tahapan-tahapan
selanjutnya.

Dan pada situasi inilah pertanyaan “Did I marry the right person?” mulai
muncul, baik dari anda atau dari pasangan anda, atau dari keduanya.. Nah
Lho!

Dan ketika anda maupun pasangan anda mencoba merefleksikan eforia cinta
yang pernah terjadi.. anda mungkin mulai berhasrat menyelami eforia-eforia
cinta itu dengan orang lain.
Dan ketika pernikahan itu akhirnya kandas…
Masing-masing sibuk menyalahkan pasangannya atas ketidakbahagiaan itu dan
mencari pelampiasan diluar.
Berbagai macam cara, bentuk dan ukuran untuk pelampiasan ini, menginkari
kesetiaan merupakan hal yang paling jelas. Sebagian orang memilih untuk
menyibukan diri dengan pekerjaannya, hobinya, pertemanannya, nonton TV
sampe TVnya bosen ditonton, ataupun hal-hal yang menyolok lainnya..

Tapi tau ngga?!
Bahwa jawaban atas dilema ini ngga ada diluar, justru jawaban ini hanya ada
di dalam pernikahan itu sendiri.
Selingkuh?? Ya mungkin itu jawabannya
Saya ngga mengatakan kalo anda ngga boleh ataupun ngga bisa selingkuh, Anda
bisa!
Bisa saja ataupun boleh saja anda selingkuh dan pada saat itu anda akan
merasa lebih baik, tapi itu bersifat temporer, dan setelah beberapa tahun
anda akan mengalami kondisi yang sama (seperti sebelumnya pada perkawinan
anda).

Karena.. (pahamilah dengan seksama hal ini)
KUNCI SUKSES PERNIKAHAN BUKANLAH MENEMUKAN ORANG YANG TEPAT, NAMUN
KUNCINYA ADALAH BAGAIMANA BELAJAR MENCINTAI ORANG YANG ANDA TEMUKAN, DAN
TERUS MENERUS..!
Cinta bukanlah hal yang PASIF ataupun pengalaman yang spontan
Cinta NGGA AKAN PERNAH begitu saja terjadi…
Kita ngga akan bisa MENEMUKAN cinta yang selamanya
Kita harus MENGUSAHAKANNYA dari hari ke hari.

Benar juga ungkapan “diperbudak cinta”
Karena cinta itu BUTUH waktu, usaha, dan energi. Dan yang paling penting,
cinta itu butuh sikap BIJAK
Kita harus tahu benar APA YANG HARUS DILAKUKAN agar rumah tangga berjalan
dengan baik
Jangan membuat kesalahan untuk hal yang satu ini.
Cinta bukanlah MISTERI

Ada beberapa hal spesifik yang bisa dilakukan (dengan ataupun tanpa
pasangan anda) agar rumah tangga berjalan lancar.
Sama halnya dengan hukum alam pada ilmu físika (seperti gaya Grafitasi),
dalam suatu ikatan rumah tangga juga ada hukumnya.
Sama halnya dengan diet yang tepat dan olahraga yang benar dapat membuat
tubuh kita lebih kuat, beberapa kebiasaan dalam hubungan rumah tangga juga
DAPAT membuat rumah tangga itu lebih kuat. Ini merupakan reaksi sebab
akibat.
Jika kita tahu dan mau menerapkan hukum-hukum tersebut, tentulah kita bisa
“MEMBUAT” cinta bukan “JATUH”.
Karena cinta dalam pernikahan sesungguhnya merupakan sebuah DECISION, dan
bukan cuma PERASAAN..!

Calon Isteri Seorang Lelaki

Filed under: Artikel — sunyi @ 7:49 am

Seorang teman pernah mengatakan, kriteria calon isterinya: shalihah,
cerdas, kaya dan cantik. Sebuah hadist juga mengemukakan, seorang
perempuan dipinang karena kecantikannya, hartanya dan keturunannya.
Tapi pinanglah perempuan karena keshalihannya. Itu yang utama. Saya
sepakat dengan hadist tersebut. Perempuan yang shalihah, insya Allah
cerdas. Ketika seorang perempuan cerdas, harta bisa dicari. Bila
harta sudah di tangan, kecantikan bisa dibeli. Pilih satu, dapat
tiga.

Namun, bila kita tinjau ulang, pemikiran akan kriteria calon isteri
tersebut cenderung egois. Tidak memandang dari banyak sisi. Hanya
memandang pernikahan dari segi manfaat untuk diri sendiri. Tidak
untuk keluarga, sahabat dan lingkungan sekitar. Padahal menikah
adalah penyatuan dua organisasi besar; keluarga, membentuk
organisasi baru. Banyak pihak yang bisa terpengaruh dan mempengaruhi
pra dan pasca pernikahan.

Jika kita berkaca, mengevaluasi. Melihat, mencari kelebihan dan
kekurangan diri. Niscaya kita akan menemukan berbagai fakta; kita
juga punya banyak kekurangan. Lalu, pantaskan bersibuk ria dengan
segala macam kriteria? Sedang diri sendiri mungkin tak bisa memenuhi
segala kriteria impian oleh calon pasangan. Seseorang berharap
mendapat perempuan shalihah, namun apakah dia cukup shalih untuk
berdampingan dengan perempuan shalihah. Ia ingin perempuan cerdas,
tapi apakah ia cukup cerdas untuk mengimbangi kecerdasannya? Ia
ingin perempuan berharta, tapi seberapa banyak harta yang dapat dia
berikan, untuk `membeli’ sang calon dari ayah-bundanya. Dan ketika
ia ingin perempuan cantik, apakah ia sendiri cukup gagah, tidak
jomplang, saat bersisian dengannya? Tidakkah keinginan si lelaki
terlalu berlebih?

Dari kisah cinta para Nabi, sahabat dan para syuhada, ada sejumlah
fakta: tangan Allah selalu bermain. Kisah cinta Muhammad-Khadijah,
Yusuf-Zulaikha hanyalah sebagian kecil contoh. Keikhlasan
menggenapkan separuh agama pasti akan mendapat anugerah luar biasa;
seorang isteri penghuni taman surga. Segala hambatan pernikahan
hanyut karena ibadah yang khusu, penghambaan yang sangat padaNya.
Manusia hanya berusaha, hasilnya terserah pada Yang Kuasa.

Hendaknya seorang lelaki berusaha melihat dari banyak sisi, ketika
datang seorang calon isteri padanya. Segala identitas standar bukan
pertimbangan utama. Serahkan saja padaNya. Meminta petunjuk lewat
shalat istikharah. Apakah perempuan itu orang yang tepat? Apakah si
calon pasangan dunia akhirat? Hanya Allah yang tahu, kan?

Lelaki manapun bisa saja berharap: Semoga calon isteri yang datang
padaku adalah perempuan shalihah. Bila belum shalihah, haruslah dia
mengajak, meningkatkan pemahaman agama, terus memperbaiki diri.
Menghiasi rumah tangga dengan amalan wajib dan sunnah. Menggapai
sakinah. Semoga perempuan yang datang padaku cerdas. Jika belum
cerdas, mestilah dia yang mengajar dan belajar dari pasangannya.
Mencari ilmu baru, terutama ilmu rumah tangga. Tentang harta, boleh
saja meminta: datangkanlah padaku calon isteri yang berharta. Tetapi
ingatlah, harta adalah cobaan, tak banyak orang yang bisa tetap
rendah hati, menunduk-nunduk ketika punya harta. Lagipula harta
gampang dicari. Soal kecantikan, wajar lelaki normal ingin
mendapatkan isteri cantik. Tetapi bukan hanya cantik lahir, batinnya
juga harus cantik. Yang menjadi pertanyaan, standar apakah yang akan
digunakan untuk menilai seorang perempuan cantik. Standar dunia atau
standar surga? Standar dunia menekankan kecantikan maya.
Mengandalkan costmetik. Kecantikan abadi, keindahan hingga akhir
hayat dan di akhirat kelak, itulah yang seharusnya dicari. Terserah
cantik atau tidak kata dunia, yang penting isteri bisa selalu
menarik di mata, di hati. Menjadi telaga sejuk, pohon teduh di terik
siang. Standar cantik ini sifatnya personal. Orang lain memandang
biasa, tapi luar biasa menurut sang suami.

Perempuan manapun yang datang pada seorang lelaki, sudah sepatutnya
ia melepas kacamata kekinian. Menggunakan kacamata masa depan dan
kacamata banyak orang untuk menilai. Mungkin banyak keindahan calon
pasangan yang sengaja disimpan olehNya. Allah ingin mengujinya,
apakah dia cukup shaleh, cukup ikhlas, cukup bersabar untuk
mendapatkan pasangan sejati.

Pasti ada keraguan saat menimbang. Maka dari itulah perlunya
mengetuk nurani sahabat, saudara, kakak, orang tua, mereka yang
lebih berpengalaman. Calon suami dapat bertanya, apakah perempuan
begini akan begini-begini? Ia bisa minta tepukan tangan di pundak,
pelukan, dan untaian mutiara. Agar sang lelaki yakin, mantap. Semoga
setelah itu, dia betul-betul siap, menggenapkan separuh agama,
mengapai sakinah. Memberatkan bumi dengan generasi yang menjunjung
tinggi kalimat La Illa Ha Illallah. (eramuslim.com)

Nasihat Perkawinan to Cowo Admirer

Filed under: Artikel — sunyi @ 7:47 am

1. KETIKA AKAN MENIKAH
Janganlah mencari isteri, tp carilah ibu bg anak-anak kita
Janganlah mencari suami, tp carilah ayah bg anak-anak kita.

2. KETIKA MELAMAR
Anda bukan sedang meminta kepada orang  tua/wali si gadis, tetapi meminta kepada Allah melalui orang tua/wali si gadis.

3. KETIKA AKAD NIKAH
Anda berdua bukan menikah di hadapan penghulu, tetapi menikah di hadapan Allah

4. KETIKA RESEPSI PERNIKAHAN
Catat dan hitung semua tamu yang datang untuk mendoa’kan anda, karena anda harus berfikir untuk mengundang mereka semua dan meminta maaf apabila anda berfikir untuk BERCERAI karena menyia-nyiakan do’a mereka.

5. SEJAK MALAM PERTAMA
Bersyukur dan bersabarlah. Anda adalah sepasang anak manusia dan bukan sepasang malaikat.

6. SELAMA MENEMPUH HIDUP BERKELUARGA
Sadarilah bahwa jalan yang akan dilalui tidak melalui jalan bertabur bunga, tp jg semak belukar yg penuh onak dan duri.

7. KETIKA BIDUK RUMAH TANGGA OLENG
Jangan saling berlepas tangan, tapi sebaliknya justru semakin erat berpegang tangan

8. KETIKA BELUM MEMILIKI ANAK.   Cintailah isteri atau suami anda 100%

9. KETIKA TELAH MEMIKI ANAK.
Jangan bagi cinta anda kepada (suami) isteri dan anak anda, tetapi cintailah isteri atau suami anda 100% dan cintai anak-anak anda masing-masing 100%.

10.KETIKA EKONOMI KELUARGA BELUM MEMBAIK.
Yakinlah bahwa pintu rizki akan terbuka lebar berbanding lurus dengan tingkat ketaatan suami dan isteri

11.KETIKA EKONOMI MEMBAIK
Jangan lupa akan jasa pasangan hidup yang setia mendampingi kita semasa menderita

12.KETIKA ANDA ADALAH SUAMI
Boleh bermanja-manja kepada isteri tetapi jangan lupa untuk bangkit secara bertanggung jawab apabila isteri membutuhkan pertolongan Anda.

13.KETIKA ANDA ADALAH ISTERI
Tetaplah berjalan dengan gemulai dan lemah lembut, tetapi selalu berhasil menyelesaikan semua  pekerjaan.

14.KETIKA MENDIDIK ANAK
Jangan pernah berpikir bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang tidak pernah marah kepada anak, karena orang tua yang baik adalah orang tua yang jujur  kepada anak ..

15.KETIKA ANAK BERMASALAH
Yakinilah bahwa tidak ada seorang anakpun yang tidak mau bekerjasama dengan orangtua, yang ada adalah anak yang merasa tidak didengar oleh orang tuanya.

16.KETIKA ADA PIL.
Jangan diminum, cukuplah suami sebagai obat.

17.KETIKA ADA WIL
Jangan dituruti, cukuplah isteri sebagai pelabuhan hati.

18.KETIKA MEMILIH POTRET KELUARGA
Pilihlah potret keluarga sekolah yang  berada dalam proses pertumbuhan menuju potret keluarga bahagia.

19.KETIKA INGIN LANGGENG DAN HARMONIS
Gunakanlah formula 7 K
1 Ketaqwaan
2 Kasih sayang
3 Kesetiaan
4 Komunikasi dialogis
5 Keterbukaan
6 Kejujuran
7 Kesabaran

June 28, 2007

Dua orang yang baik, tapi, mengapa perkawinan tidak berakhir bahagia

Filed under: Artikel — sunyi @ 8:33 am

Buat yang Nikah dan yang akan NIkah………….

Dari milist tetangga niih 😉

Dua orang yang baik, tapi, mengapa perkawinan tidak berakhir bahagia

Ibu saya adalah seorang yang sangat baik, sejak kecil, saya melihatnya dengan begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari, memasak bubur yang panas untuk ayah, karena lambung ayah tidak baik, pagi hari hanya bisa makan bubur.
Setelah itu, masih harus memasak sepanci nasi untuk anak-anak, karena anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan, perlu makan nasi, dengan begitu baru tidak akan lapar seharian di sekolah.

Setiap sore, ibu selalu membungkukkan nbadan menyikat panci, setiap panci di rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikikt pun.
Menjelang malam, dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci demi seinci, lantai di rumah tampak lebih bersih dibanding sisi tempat tidur orang lain, tiada debu sedikit pun meski berjalan dengan kaki telanjang.

Ibu saya adalah seorang wanita yang sangat rajin.

Namun, di mata ayahku, ia (ibu) bukan pasangan yang baik.
Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya sekali saja ayah selalu menyatakan kesepiannya dalam perkawinan, tidak memahaminya.

Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab.
Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat libur juga masih mengatur jadwal sekolah anak-anak, mengatur waktu istrirahat anak-anak, ia adalah seorang ayah yang penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak untuk berpretasi dalam pelajaran.

Ia suka main catur, suka larut dalam dunia buku-buku kuno.
Ayah saya adalah seoang laki-laki yang baik, di mata anak-anak, ia maha besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami.

Hanya saja, di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik, dalam proses pertumbuhan saya, kerap kali saya melihat ibu menangis terisak secara diam diam di sudut halaman.

Ayah menyatakannya dengan kata-kata, sedang ibu dengan aksi, menyatakan kepedihan yang dijalani dalam perkawinan.
Dalam proses pertumbuhan, aku melihat juga mendengar ketidakberdayaan dalam perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka, dan mereka layak mendapatkan sebuah perkawinan yang baik.
Sayangnya, dalam masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan perkawinan mereka lalui dalam kegagalan, sedangkan aku, juga tumbuh dalam kebingungan, dan aku bertanya pada diriku sendiri : Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?

Pengorbanan yang dianggap benar.

Setelah dewasa, saya akhirnya memasuki usia perkawinan, dan secara perlahan –lahan saya pun mengetahui akan jawaban ini.
Di masa awal perkawinan, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, menyikat panci dan membersihkan lantai, dengan sungguh-sungguh berusaha memelihara perkawinan sendiri.
Anehnya, saya tidak merasa bahagia ; dan suamiku sendiri, sepertinya juga tidak bahagia.
Saya merenung, mungkin lantai kurang bersih, masakan tidak enak, lalu, dengan giat saya membersihkan lantai lagi, dan memasak dengan sepenuh hati.

Namun, rasanya, kami berdua tetap saja tidak bahagia. .
Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan lantai, suami saya berkata : istriku, temani aku sejenak mendengar alunan musik!
Dengan mimik tidak senang saya berkata : apa tidak melihat masih ada separoh lantai lagi yang belum di pel ?
Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang sangat tidak asing di telinga, dalam perkawinan ayah dan ibu saya, ibu juga kerap berkata begitu sama ayah.

Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkwinan mereka.
Ada beberapa kesadaran muncul dalam hati saya.

Yang kamu inginkan ?

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat akan ayah saya…
Ia selalu tidak mendapatkan pasangan yang dia inginkan dalam perkawinannya,
Waktu ibu menyikat panci lebih lama daripada menemaninya.
Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga, adalah cara ibu dalam mempertahankan perkawinan, ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih, namun, jarang menemaninya, sibuk mengurus rumah, ia berusaha mencintai ayah dengan caranya, dan cara ini adalah mengerjakan urusan rumah tangga.

Dan aku, aku juga menggunakan caraku berusaha mencintai suamiku.
cara saya juga sama seperti ibu, perkawinan saya sepertinya tengah melangkah ke dalam sebuah cerita, dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia.

Kesadaran saya membuat saya membuat keputusan (pilihan) yang sama.

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami, menemaninya mendengar musik, dan dari kejauhan, saat memandangi kain pel di atas lantai seperti menatapi nasib ibu.
Saya bertanya pada suamiku : apa yang kau butuhkan ?

Aku membutuhkanmu untuk menemaniku mendengar musik, rumah kotor sedikit tidak apa-apa-lah, nanti saya carikan pembantu untukmu, dengan begitu kau bisa menemaniku! ujar suamiku.

Saya kira kamu perlu rumah yang bersih, ada yang memasak untukmu, ada yang mencuci pakianmu….dan saya mengatakan sekaligus serentetan hal-hal yang dibutuhkannya.
Semua itu tidak penting-lah! ujar suamiku. Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku.
Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar membuat saya terkejut.
Kami meneruskan menikamti kebutuhan masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memiliki cara masing-masing bagaimana mencintai, namun, bukannya cara pihak kedua.

Jalan kebahagiaan
Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya di atas meja buku,
Begitu juga dengan suamiku, dia juga menderetkan sebuah daftar kebutuhanku.
Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti misalnya, waktu senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling memeluk kalau sempat, setiap pagi memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat.

Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang cukup sulit, misalnya dengarkan aku, jangan memberi komentar.
Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang akan merasa dirinya akan tampak seperti orang bodoh.
Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki.
Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya pada saya, kalau tidak saya hanya boleh mendengar dengan serius, menurut sampai tuntas, demikian juga ketika salah jalan.

Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun, jauh lebih santai daripada mengepel, dan dalam kepuasan kebutuhan kami ini, perkawinan yang kami jalani juga kian hari semakin penuh daya hidup.
Saat saya lelah, saya memilih beberapa hal yang gampang dikerjakan, misalnya menyetel musik ringan, dan kalau lagi segar bugar merancang perjalanan keluar kota.

Menariknya, pergi ke taman flora adalah hal bersama dan kebutuhan kami, setiap ada pertikaian, selalu pergi ke taman flora, dan selalu bisa menghibur gejolak hati masing-masing.

Sebenarnya, kami saling mengenal dan mencintai juga dikarenakan kesukaan kami pada taman flora, lalu bersama kita menapak ke tirai merah perkawinan, kembali ke taman bisa kembali ke dalam suasana hati yang saling mencintai bertahun-tahun silam.

Bertanya pada pihak kedua : apa yang kau inginkan, kata-kata ini telah menghidupkan sebuah jalan kebahagiaan lain dalam perkawinan. Keduanya akhirnya melangkah ke jalan bahagia.

Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah ibu tidak bisa bahagia, mereka terlalu bersikeras menggunakan cara sendiri dalam mencintai pihak kedua, bukan mencintai pasangannya dengan cara pihak kedua.

Diri sendiri lelahnya setengah mati, namun, pihak kedua tidak dapat merasakannya, akhirnya ketika menghadapi penantian perkawinan, hati ini juga sudah kecewa dan hancur.
Karena Tuhan telah menciptakan perkawinan, maka menurut saya, setiap orang pantas dan layak memiliki sebuah perkawinan yang bahagia, asalkan cara yang kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan pihak kedua! Bukannya memberi atas keinginan kita sendiri, perkawinan yang baik, pasti dapat diharapkan.

June 8, 2007

Uang Korupsi Itu Merusak Anak Saya

Filed under: Artikel — sunyi @ 8:49 am

Jamil Azzaini (16/08/2006 – 12:58 WIB)

Jurnalnet.com (Jakarta): Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa
korupsi di Indonesia sudah terlalu besar dan diluar kontrol. Korupsi sudah
merasuki semua sendi kehidupan dan telah terjadi baik di eksekutif,
legislatif maupun yudikatif. Pernyataan presiden yang disampaikan pada acara
Presidential Lecture di Istana Negara pada Rabu, 2 Agustus 2006, itu
mengisyaratkan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih jauh dari
harapan.

Kendati pelaku korupsi tampak tak terjamah, tapi yakinkah kita bahwa mereka
benar-benar lolos dari jerat hukum? Ngomong-ngomong soal korupsi saya ingin
berbagi cerita.

Suatu hari, saya diundang untuk berbicara di depan staff dan pimpinan sebuah
perusahaan ternama. Pada kesempatan tersebut saya berbicara tentang “hukum
kekekalan energi”, yang intinya, menurut hukum kekekalan energi dan semua
agama, apapun yang kita lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita di
dunia. Dengan kata lain, apabila kita melakukan “energi positif” atau
kebaikan maka kita akan mendapat balasan berupa kebaikan pula. Begitu pula
bila kita melakukan “energi negatif” atau keburukan maka kitapun akan
mendapat balasan berupa keburukan pula.

Ketika sesi tanya jawab, salah seorang pimpinan di perusahaan itu mengkritik
pedas “hukum kekekalan energi”. Walau saya sudah menjelaskan dengan beragam
argumen ilmiah dan contoh-contoh dalam kehidupan nyata, dia tetap tidak
yakin. Sampai kami berpisah, kami masih pada pendapat masing-masing.

Tujuh bulan berlalu, pimpinan itu tiba-tiba menelpon saya. “Pak Jamil, saya
ingin bertemu anda,” ujarnya singkat.

Karena penasaran, undangan dari beliau saya prioritaskan. Singkat kata, pada
waktu dan tempat yang telah disepakati kami bertemu.

Rupanya beliau tiba lebih dulu di tempat kami janjian. Begitu saya datang,
beliau segera menyambut dengan sebuah pelukan erat. Cukup lama beliau
memeluk saya. “Maafkan saya pak Jamil. Maafkan saya,” ucapnya, sambil
terisak dan terus memeluk saya. Karena masih bingung dengan kejadian ini
saya diam saja.

Setelah kami duduk, beliau membuka percakapan. “Saya sekarang yakin dengan
apa yang pak Jamil dulu katakan. Kalau kita berbuat energi positif maka kita
akan mendapat kebaikan dan bila kita berbuat energi negatif maka pasti kita
akan mendapat keburukan,” ujarnya.

“Bagaimana ceritanya sekarang kok bapak jadi yakin?” tanya saya.

“Selama saya menjabat pimpinan di perusahaan itu, saya menerima uang yang
bukan menjadi hak saya. Semuanya saya catat. Jumlahnya lima ratus dua puluh
enam juta rupiah,” katanya.

Sembari menarik napas panjang beliau melanjutkan bercerita. Kali ini tentang
anaknya.

“Anak saya sekolah di Australia. Karena pengaruh pergaulan, dia terkena
narkoba. Sudah saya obati dan sembuh. Ketika liburan, dia ke Amerika dan
Kanada. Tidak disangka, disana dia bertemu dengan teman pengguna narkobanya
ketika di Australia. Anak saya sebenarnya menolak menggunakan lagi. Namun
dia dipaksa dan akhirnya anak saya kambuh lagi, bahkan makin parah, pak.”
Selama bercerita, beliau tak henti mengusap pipinya yang basah dengan air
mata yang terus meleleh seperti tak mau berhenti.

“Pak Jamil tahu berapa biaya pengobatan narkoba dan penyakit anak saya?”
Tanpa menunggu jawaban saya, lelaki separuh baya itu berkata lirih,
“Biayanya lima ratus dua puluh enam juta rupiah. Sama persis dengan uang
kotor yang saya terima, pak!”

Beliau tertunduk dan menggeleng-gelengka n kepala disertai isak tangis yang
makin keras. Dengan terbata lelaki itu berkata, “Uang korupsi itu telah
merusak anak saya, pak. Saya menyesal. Saya bukan orang tuayang baik. Saya
telah merusak anak saya, pak!”

Saya peluk erat lelaki itu. Saya biarkan air matanya tumpah.
Tangisnya semakin keras….

Wahai saudara, haruskah menunggu anak kita menjadi pengguna narkobadan sakit
untuk berhenti korupsi?

Keterangan Penulis:
Jamil Azzaini adalah Senior Trainer dan penulis buku Best Seller.
KUBIK LEADERSHIP; Solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup.

Kado Terindah

Filed under: Artikel — sunyi @ 7:05 am

Kado Terindah
24 Mei 07 10:28 WIB @ eramuslim.com

Oleh Lizsa Anggraeny

Mencari hadiah, ternyata bukan hal yang mudah. Sudah berkali-kali berputar di sepanjang pertokoan, tetap belum menemukan sesuatu yang sreg. Ingin rasanya mendapatkan kado terindah yang dapat membuat hati sang penerima merasa senang. Terutama jika kado tersebut akan diberikan pada seseorang yang teristimewa, sahabat dekat.

Menyebut nama sahabat tersebut, rasanya begitu banyak kebaikan yang telah saya terima. Tak terhitung pula, barang pemberian darinya. Tanpa diminta, sepertinya ia selalu tahu apa yang sedang saya perlukan. Ketika saya belum memiliki overcoat untuk penahan di musim dingin, dengan baik hati, ia ‘melungsurkan’ satu overcoatnya untuk saya. Begitu juga ketika pindahan rumah, dengan baik hatinya ia ‘mewariskan’ beberapa peralatan rumah tangga. Pun ketika pulang dari berwisata, saya selalu kebagian oleh-oleh. Tak hanya barang, sahabat inipun akan memberikan bantuan berupa kata-kata penyemangat serta doa jika saya ‘curhat’. Dengan alasan itulah, saya ingin mencari kado untuknya. Sebagai balas budi dan untuk lebih mengakrabkan tali ukhuwah.

Kembali ke pencarian kado, ketika sedang serius memilih barang, tiba-tiba dari arah belakang, kaki terasa ada yang menubruk. Reflek badan membalik ke belakang. Dan nampaklah, satu orang wanita muda Jepang dengan kursi rodanya. Dilihat dari penampilan, tubuhnya cacat tak bisa digerakkan. Hanya tangannya saja yang masih berfungsi untuk menggerakkan kursi roda otomatisnya. “Sumimasen..

. (Maaf…), ” berat terdengar suaranya disertai mimik bersalah ketika saya membalikan badan. Wajahnya tampak mulai tersenyum ketika saya katakan, “tidak apa-apa. ”

Saya perhatikan, kursi rodanya nampak berjalan ke arah etalase lain. Dan mulai memperhatikan barang di sana. Tak tega membiarkanya sendiri, saya berlari kecil ke arahnya dan berkata, “Jika ada yang perlu diambilkan, saya akan bantu, ” Sesaat matanya memandang ke arah saya. Kemudian wajahnya tampak sumringah, terlihat hendak menganggukkan kepalanya yang sulit digerakan, sebagai tanda terima kasih.

Entah kenapa, hari itu jadilah saya dan wanita Jepang berkursi roda tersebut melakukan windowshopping bersama. Dari ceritanya, ia telah mengalami cacat sejak kecil. Beberapa syarafnya tidak berkembang normal. Namun, ia tak pernah menyesal keadaan. Ia bersyukur masih diberi kesempatan hidup dengan ketidakberdayaannya. “Hidup harus disyukuri, ” begitu ucapnya. Cerita terputus ketika, seorang berseragam putih mendatangi. Perawat dari panti rehabilitasi-tempat tinggalnya sudah menjemput. Kami berpisah, tanpa sempat saling menanyakan tempat tinggal.

Saya terduduk di bangku istirahat. Mulai mengamati diri. Mata dapat melihat, telinga mendengar, kaki bergerak bebas, tubuh normal. Tidak hanya itu, saya diberi kebebasan 24 jam menghirup udara gratis, diberi rizki, diberi kesehatan…. Subhanallah, begitu besar pemberian yang telah Allah berikan. Pemberian yang tak mungkin dapat dihitung. Tidak hanya jumlah, Allah swt pun telah memberikan sesuatu yang sangat berharga pada saya, yaitu memiliki iman Islam. Sebuah pemberian yang tak dapat diwariskan dari siapapun kecuali dari hidayah Allah.

Untuk balas budi atas pemberia-Nya, apa yang telah saya berikan? Sudahkan saya memberikan kado istimewa yang indah, bagus yang dapat diterima oleh-Nya? Yang dapat mendekatkan diri saya pada-Nya? Bersyukur dan berterima kasih pada-Nya dengan hati yang ikhlas?

Saya mulai mengingat-ngingat, terkadang shalat saya masih tidak tepat waktu. Sedekah hanya dilakukan ala kadarnya, puasa kadang hanya sebatas memenuhi yang wajib, dalam amalan pun mungkin terselip ria tanpa keikhlasan. Betapa saya belum bisa memberikan kado terindah atas semua pemberian dari-Nya. Ibadah, rasa syukur saya masih belum sebanding. Padahal dengan rasa cinta-Nya, Dia selalu memberi… Memberi dan Maha Pemberi.

Saya kembali teringat wanita Jepang dengan kursi rodanya. Yang tetap bersyukur dengan semua keberadaannya. Teringat pula sahabat karib yang selalu selalu memberi. Betapa bahagianya saya bisa mengenal kedua orang tersebut. Yang secara tidak langsung mengingatkan diri, betapa banyak hal yang harus saya syukuri.

Seolah tersadar, saya melirik jam tangan. Waktu ashar telah tiba. Bergegas saya meninggalkan bangku istirahat pertokoan tersebut. Mencari tempat yang kira-kira aman untuk shalat. Tak ingin rasanya waktu berharga ini dilewatkan. Karena saat inilah kesempatan saya untuk menumpahkan rasa syukur. Berterima kasih atas semua yang telah diberikan-Nya selama ini. Mudah-mudahan ini dapat menjadi amalan ‘kado’ terindah, yang dapat menunjukan bukti kecintaan saya pada Allah, Sang Maha Pemberi.

***
“Adalah Nabi Sholallahu’alaihi wa sallam shalat hingga kedua telapak kaki dan betisnya bengkak. Aisyah ra berkata kepada beliau, “Mengapa Anda mengerjakan yang demikian? Bukankah dosa Anda yang telah lalu maupun yang akan datang telah diampuni?” Beliau Rasulullah saw menjawab, “Apakah tidak sepantasnya jika aku menjadi seorang hamba yang selalu bersyukur?”(HR bukhari dan Muslim)

Tokyo, aishliz et FLP-Jepang

Pesankan Satu Tempat di Neraka Untukku

Filed under: Artikel — sunyi @ 7:01 am

Cerita ini aq ambil dr email yg dikirim teman kantor, hanya untuk mengingatkan agar berhati-hati dalam bersikap maupun berbicara.

Semoga qta selalu berada dalam perlindunganNya, Amiin 🙂

Selamat membaca :).

 

 

Ass Wr Wb

Pagi Rabu 16 Mei 07 Jam 05.30 Saya menyempatkan diri melihat Untaian
Hikmah di Acara ‘Belajar Dari Kisah” di Indosiar. Acara yang dipandu
oleh Ust Boby Heri Wibowo ini menengahkan kisah-kisah yang bisa diambil
pelajaran yang terjadi di seputar kita.Tema yang diangkat pada pagi itu
adalah ‘ Pesankan Satu tempat di Neraka Untukku”. Dari judulnya yang
begitu ‘berani’ membuat saya serius menyimak penjelasan dari sang
ustadz. Berikut kira-kira cerita yang dipaparkan sang ust.

“Kejadian ini terjadi sekitar jam 10.an malam, di satu tempat di sebuah
daerah di Jakarta ada sebuah mobil om prengan sedang menunggu penumpang2
yang hendak menuju rumah sepulang kerja. Di dalam mobil ada seorang
bapak yang dari wajahnya menampakkan wajah kesolehan (kita sebut saja
bapak tadi dengan si A) ikut menumpang di mobil tsb.Wajah-wajah
penumpang yang lain menunjukkan keletihan yang sangat setelah seharian
bekerja berharap mobil segera melaju tapi masih ada satu bangku kosong
tersisa tepat di depan si A. Akhirnya datanglah penumpang terakhir
seorang wanita yang datang mengenakan baju yang sangat minim sehingga
sebagian aurat dan celana dalamnya ikut kelihatan (Kita sebut saja si B)
duduk tepat didepan si A. Mobil dengan kapasitas yang dipaksakan memaksa
penumpang duduk berdesakan. Si A dan Si B duduk tepat berhadap-hadapan.
Karena merasa risih dengan pemandangan yang tidak mengenakkan si A pun
dengan niat yang baik menegur Si B tadi. ” Mbak lebih baik lain kali
mbak mengenakan baju pantas yang menutup aurat sehingga tidak
menimbulkan fitnah dan bisa terjaga dari gangguan setan” Si B dengan
kepenatan sepulang kerja tidak terima dengan teguran Si A tadi dan
berkata sambil mengangkat HP yang dmilikinya “Kalau memang apa yang saya
lakukan ini salah tolong bilang ke Tuhanmu untuk pesankan satu tempat di
Neraka untukku” Mendengar jawaban Si B yang sungguh berani, Si A dan< BR>semua penumpang lainnya hanya diam dan istighfar dalam hati.

Mobil pun melaju. Dalam perjalanan semua penumpang tertidur dan mereka
dibangunkan oleh sopir saat sampai di terminal tujuan sekitar jam 11
malam. Si B yang duduknya persis dekat pintu juga tertidur menghalangi
penumpang lainnya yang ingin turun dari mobil. Penumpang yang lain tidak
ada yang berani membangunkannya. Si B masih saja tertidur dengan
auratnya yang masih kelihatan.Akhirnya salah seorang penumpang
memberanikan diri membangunkan si B tapi apa yang terjadi setelah
berkali-kali si B di panggil dan digoncangkan tubuhnya ia tetap diam tak
kunjung bangun Akhirnya sadarlah semua penumpang bahwa si B telah
meninggal di dalam mobil sat mobil dalam perjalanan tadi. Semua
penumpang gempar karena mereka ingat kira-kira satu jam yang lewat si B
berani menantang Tuhannya dengan mengatakan pesankan satu tempat di
nereka untukku kalau memang akau salah Allahpun mendengar ta ntangannya
dan langsung menjawab tantangannya. Wanita itu pun meninggal dalam
keadaan menantang Tuhannya sebelum sempat bertobat”

Sebuah kisah yang hendaknya menyadarkan diri kita tentang pentingnya
menjaga lisan dan hanya mengucapkan perkatan yang baik saja

Moga bermanfaat
Wass Wr Wb 

Older Posts »

Create a free website or blog at WordPress.com.